Senin, 15 Maret 2010

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut:

rongga hidung Þ faring Þ trakea Þ bronkus Þ paru-paru (bronkiol dan alveolus).


Gbr. Skema Sistem Respirasi Pada Manusia

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

b. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.

Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.

c. Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

d. Cabang-cabang Tenggorokan (Bronki)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

e. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).

Gbr. Struktur paru-paru

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.

Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.

Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).

Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.

Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.

Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

Gbr. Alveolus yang diperbesar

a.

Pernapasan Dada



Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.

1.
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.

2.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

Gambar 1
Mekanisme inspirasi dan ekspirasi pada
manusia

b.

Pernapasan Perut

Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.

Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.

1.
Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.

2.
Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari
paru-paru.

Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia.

Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.

Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk pare-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.

Skema udara pernapasan



Udara cadangan inspirasi1500



Udara pernapasan biasa
500

kapasitas total Ü
Udara cadangan ekspirasi
1500
Þ kapasitas vital

Udara sisa (residu)
1000

Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc.

Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.

Volume udara pernapasan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut spirometer.

Gambar 1
Gambaran skematik spirometer

Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.

Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan.

Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.

Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.

Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.

Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein.

Gbr. .Pertukaran O2 dan CO2 antara alveolus dan
Pembuluh darah yang menyelubungi

Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-kan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :

Hb4 + O2 4 Hb O2 (oksihemoglobin)
berwarna merah jernih

Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.

Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.

Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.

Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.

Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:

C02 + H20 Þ (karbonat anhidrase) H2CO3

Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat.

Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai berikut.

1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).

2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2).

3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.

CO2 + H2O Þ H2CO3 Þ H+ + HCO-3

Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis.

Energi yang digunakan dalam kegiatan respirasi bersumber dari ATP (Adenosin Tri Fosfat) yang ada pada masing-masing sel. ATP berasal dari bahan-bahan karbohidrat yang diubah menjadi fosfat melalui tiga tahapan. Mula-mula proses glikolisis oleh enzim glukokinase membentuk piruvat pada siklus Glukosa (Tahap I) kemudian tahap II, yakni siklus krebs (TCA = Tri Caboxylic Acid Cycle) kemudian tahap III, yakni tahap transfer elektron. Glikolisis terjadi di sitoplasma, siklus krebs terjadi di mitokondria.

Ketiga tahap di atas dapat dilihat pada skema berikut ini.

Gangguan pada sistem pernapasan adalah terganggunya pengangkutan O2 ke sel-sel atau jaringan tubuh; disebut asfiksi.

Asfiksi ada bermacam-macam misalnya terisinya alveolus dengan cairan limfa karena infeksi Diplokokus pneumonia atau Pneumokokus yang menyebabkan penyakit pneumonia.

Pada orang yang tenggelam, alveolusnya terisi air sehingga difusi oksigen sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali sehingga mengakibatkan orang tersebut shock dan pernapasannya dapat terhenti. Orang seperti itu dapat ditolong dengan mengeluarkan air dari saluran pernapasannya dan melakukan pernapasan buatan tanpa alat dengan cara dari mulut ke mulut dengan irama tertentu dan menggunakan metode Silvester dan Hilger Neelsen.

Asfiksi dapat pula disebabkan karena penyumbatan saluran pernapasan oleh kelenjar limfa, misalnya polip, amandel, dan adenoid.

Peradangan dapat terjadi pada rongga hidung bagian atas dan disebut sinusitis, peradangan pada bronkus disebut bronkitis, serta radang pada pleura disebut pleuritis.

Paru-paru juga dapat mengalami kerusakan karena terinfeksi Mycobacterium tuber culosis penyebab penyakit TBC.

Pengangkutan O2 dapat pula terhambat karena tingginya kadar karbon monoksida dalam alveolus sedangkan daya ikat (afinitas) hemoglobin jauh lebih besar terhadap CO daripada O2 dan CO2.

Keracunan asam sianida, debu, batu bara dan racun lain dapat pula menyebabkan terganggunya pengikatan O2 oleh hemoglobin dalam pembuluh darah, karena daya afinitas hemoglobin juga lebih besar terhadap racun dibanding terhadap O2.

Gejala alergi terutama asma dapat pula menghinggapi sistem pernapasan begitu juga kanker dapat menyerang paru-paru terutama para perokok berat.

Penyakit pernapasan yang sering terjadi adalah emfisema berupa penyakit yang terjadi karena susunan dan fungsi alveolus yang abnormal.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar